Budi Satria Isman
  • About
  • Tanya Bisnis
  • Blog
  • Training & Workshop
  • News
  • Contact
  • Member Only
  • About
  • Tanya Bisnis
  • Blog
  • Training & Workshop
  • News
  • Contact
  • Member Only
Search by typing & pressing enter

YOUR CART

Everything You Experience Today Is The Result Of Choices You Have Made In The Past

30/8/2017 0 Comments

Dengan Sisa Kayu, Dhamar Raih Omzet Rp 100 Juta Per Tiga Bulan

Picture
JAKARTA, KOMPAS.com - Dengan memanfaatkan sisa kayu, Dhamar Perbangkara kini mampu meraih omzet hingga ratusan juta rupiah tiap tiga bulan.

Dhamar Perbangkara merupakan founder Gauri Art Division, atau perusahaan yang bergerak di bidang penghasil kerajinan tangan dari limbah kayu.

Dhamar mulai serius menggeluti usaha di bidang perkakas dapur setelah ia menjuarai kompetisi "The Big Start Indonesia" tahun 2016 yang diselenggarakan Blibli.com.

Dhamar berhasil meraih juara II dan mendapat hadiah uang tunai sebesar Rp 300 juta. Modal ini dipergunakannya untuk membangun dan mengembangkan usaha.

Dengan dibantu dua rekannya, Kadek Takashi dan Made Astina, kini Gauri Art Division sudah mampu mengekspor perkakas dari sisa kayu ke Jepang, Australia, dan Amerika Serikat.

"Untuk seorang pelaku startup, rata-rata bisa (mendapatkan omzet) Rp 100 juta dalam waktu 3 bulan, ini untuk ekspornya saja. Karena produksi tidak bisa cepat, paling enggak butuh waktu 2-3 bulan," kata Dhamar, kepada Kompas.com, di Hotel Ibis Jakarta, Sabtu (26/8/2017).

Sedangkan dari retail, omzet yang diterimanya sekitar Rp 20-30 juta per bulan.

Biasanya, restoran-restoran yang merupakan konsumen utamanya. Produk utama Gauri Art Division masih terfokus pada kitchenware yang berbahan dasar kayu.

Produk-produknya dijual dengan harga beragam, mulai dari Rp 14.000 hingga Rp 300.000 per produk. Produknya hanya dijual secara online di Blibli.com.

"Harapan saya sih paling enggak setelah tahun 2017, Gauri sudah punya konsep yang matang untuk retail di Blibli.com. Rencananya, akhir Agustus mau bikin produk baru lewat Blibli.com," kata Dhamar.

Kemudian, pada akhir tahun, Gauri Art Division akan membuka toko atau showroom di Petitenget, Bali.
Dhamar mengatakan, dirinya tengah berjuang untuk dapat mengenalkan Gauri Art Division serta produknya ke publik.

"Saya memang butuh perjuangan bagaiman kita membuat trademark.Produk dengan nama sendiri itu bisa dikenal banyak orang, butuh jatuh bangun mengenalkannya," kata Dhamar.

Sebelum fokus menggeluti perkakas dapur, Dhamar bekerja sebagai asisten desainer. Dhamar merasakan perbedaan saat ia menjadi karyawan orang lain dan menjadi bos di perusahaannya sendiri.

Satu hal yang benar-benar ia rasakan adalah peningkatan perekonomian. Ia dapat menghidupi kebutuhan keluarganya.

Berbekal keinginannya untuk menjadi orang yang berguna bagi keluarganya, Dhamar memutuskan untuk berwirausaha. Selain itu, ia ingin mengembangkan usaha di daerah tempat tinggalnya, Bali.

Sebab, selama ini, banyak orang asing yang datang ke Bali untuk membangun usaha dan melakukan ekspor. Sedangkan orang Indonesia dan Bali itu sendiri kerap menjadi pihak ketiga.

"Sudah saatnya kita standup, apalagi sudah era maju sekali, ada internet, ada e-commerce seperti Blibli.com, ini benar-benar membantu. Jadi jangan pesimis, karena situasinya mendukung. Sisanya, kembali ke diri sendiri berani atau enggak untuk maju," kata ayah dua anak tersebut.

Setelah menjuarai "The Big Start Indonesia", Dhamar juga sudah memiliki dua orang pegawai di studionya. Mereka bertugas untuk mendesain dan melakukan pengawasan pekerjaan.

Berdayakan Ibu-ibu Rumah Tangga

Gauri Art Foundation menggunakan bahan-bahan dari alam untuk memproduksi handicraft mereka. Mereka bekerja dengan konsep reduce, reuse, dan recycle.

Termasuk dengan alat produksi, yang mereka modifikasi dengan tetap memperhatikan standar keamanannya.
Sebab, menurut dia, klien mereka, seperti Jepang lebih menyenangi produk handmade ketimbang hasil mesin.
Produk-produk yang dibuat dengan tangan pun lebih bernilai ketimbang yang dibuat dengan mesin. Dhamar menyisihkan beberapa persen dari penghasilannya untuk memodifikasi alat produksi handicraft.

Selain itu, Dhamar juga memberdayakan pengrajin yang tersebar di desa-desa di Bali. Ketika Gauri mendapat pesanan untuk memproduksi perkakas dalam jumlah banyak, dia memberdayakan pengrajin yang kebanyakan merupakan ibu-ibu rumah tangga dari desa-desa di Bali.

Gauri Art Division tinggal menyediakan bahan dasar yang sudah terbentuk untuk dihaluskan dan dibentuk sempurna.

Bentuk setengah sempurna itu kemudian diberikan kepada pengrajin yang sudah diseleksi. Sekitar 20 pengrajin asal Bali yang bekerja sama dengannya, seperti dari Klungkung, Tabanan, dan Buleleng.

"Mereka mengolah di desa kan bisa sambil bercocok tanam atau urus anak. Saya sangat ingin membuka peluang usaha bagi generasi muda di pedesaan-pedesaan," kata Dhamar.

Penulis: Kurnia Sari Aziza
Editor: Aprillia Ika

​Sumber: http://ekonomi.kompas.com/read/2017/08/28/091732626/dengan-sisa-kayu-dhamar-raih-omzet-rp-100-juta-per-tiga-bulan
TAG:
  • inspirasi
0 Comments

23/8/2017 0 Comments

Produksi Buku untuk Anak, Wanita Ini Raih Omzet Hingga Rp 1 Miliar

Picture
JAKARTA, KOMPAS.com - Bayangkan jika anda masih muda, tetapi memiliki telah memiliki usaha yang beromzet hingga Rp 1 miliar.

Namun ini bukanlah angan-angan. Seperti yang dilakukan oleh Devi Raissa Rahmawati. Wanita asal Jakarta ini membuat usaha buku khusus anak-anak yang dinamakannya Rabbit Hole.

Atas kegigihan dan inovasinya, Devi menyabet penghargaan di ajangWirausaha Muda Mandiri 2016 yang digelar akhir pekan lalu.

Usaha ini dimulai dari riset yang dilakukan Devi mengenai komunikasi antara orang tua dengan anak-anak khususnya balita.

Dalam riset itu, Devi menemukan banyak keluhan dari para orang tua, karena sulitnya berkomunikasi dengan anak balita.

Melihat keluhan itu, Wanita berusia 29 tahun ini mempunyai solusi bahwa dengan buku dapat meningkatkan komunikasi antara orang tua dengan balita. Akan tetapi, dirinya kembali menemukan keluhan dari para orang tua. Para orang tua mengeluh buku bacaan di Indonesia kurang variasi dan walaupun ada itu dengan harga yang lumayan tinggi.

"Setelah itu saya mikir. Saya yang latar belakang psikologi anak dan suka nulis, sehingga ingin membuat buku dan harga terjangkau. Dan tercetuslah buku rabbit hole," ujar Devi di Jakarta, Sabtu (11/3/2017).

Wanita berkurudung ini memulai usahanya dengan bermodalkan Rp 10 juta. modal tersebut didapat dari uang sakunya. Dengan modal tersebut, Devi dapat mencetak 1.000 buku dengan berbagai tema yang dijual kepada teman dekat.

Buku ini dibuatnya dari bahan yang berkualitas premium, namun dengan harga yang terjangkau. Devi membuat semenarik mungkin agar balita tertarik untuk membaca, seperti disertai pop-up, flap, dan touch and feel.

Dalam menerbitkan bukunya Devi tidak bekerja sama penerbit. Untuk memproteksi usahanya, Devi mendirikan perusahaan yang dinamakannya PT Lubang Kelinci Indonesia.

"Usaha saya sudah teregistrasi sebagai PT. Saya sudah masuk ke Ikatan Penerbit Indonesia (IKAPI), sehingga saya bisa menerbitkan buku sendiri," katanya.

Devi menerbitkan bukunya dibantu dengan teman seperjuangannya. Jadinya Devi yang bertugas untuk menulis bukunya, temannya yang bertugas menambahkan grafis berupa gambar yang dapat dimengerti balita.

Saat ini, Devi dapat memproduksi buku sebanyak 30.000 dengan tiga judul setiap bulannya yang dijualnya rata-rata mulai dari Rp 25.000 hingga Rp 180.000.

Devi memasarkan bukunnya hanya lewat media sosial Instagram. Devi menghindari penjualan buku di toko fisik, karena menurut dia toko kebanyakan mengambil profit lebih besar.

Awalnya, lulusan Universitas Indonesia ini hanya meraih pendapatan perbulan jutaan rupiah. Namun, atas kegigihannya menggeluti usaha kini pendapatannya mencapai Rp 1 miliar per bulan.

Selain menjual Devi juga mempunyai rasa sosial yang sangat tinggi. Buktinya setiap 20 buku yang terjual dirinya menyumbangkan satu buku ke taman baca.

"Kami juga mempunyai arisan jika para orang tua yang tidak mampu. Arisan ini terdiri dari tujuh orang yang masing-masing membayar sejumlah uang. Nantinya orang tua bisa mendapatkan buku secara bergiliran," ucapnya.
Ke depan, dirinya akan memasarkan bukunya hingga luar negeri. Pada bulan ini, Devi pun berkesempatan untuk tampil di Londok Book Fair untuk memperkenalkan bukunya.
​
Penulis: Achmad Fauzi

Editor: Bambang Priyo Jatmiko
Sumber: http://ekonomi.kompas.com/read/2017/03/13/074731226/produksi.buku.untuk.anak.wanita.ini.raih.omzet.hingga.rp.1.miliar.​
0 Comments

23/8/2017 0 Comments

Berkat Baju Menyusui, Faridah Raup Omzet Rp 4,8 Miliar Per Tahun

Picture
JAKARTA, KOMPAS.com - Faridah Alawiyah (33) tak menyangka baju ibu menyusui yang ia buat dengan modal awal coba-coba justru dilirik banyak orang. Dari situ, ia mulai menekuni bisnis baju khusus ibu menyusui.

"Awalnya cuma nawarin ke teman, ke tetangga, eh ternyata (mereka) mau banget," ujarnya saat berbincang dengan Kompas.com di Jakarta, Senin (21/8/2017).

Bisnis baju khusus ibu menyusui Faridah dimulai pada 2012 silam dengan brand Mamigaya. Produksi awal konveksi rumahan Mamigaya hanya sekitar 200 potong baju per bulan.

Seiring berjalannya waktu dan pemasaran yang masif, baju khusus ibu menyusui Mamigaya mendapatkan tempat di hati masyarakat, terutama para kaum hawa.

Apalagi Faridah mengusung produk yang nyaman namun terjangkau. Harga terendah produk baju khusus ibu menyusui Mamigaya Rp 57.000. Sementara harga baju menyusui yang tertinggi hanya Rp 225.000.

Kini, produksi Mamigaya pun melonjak hingga 4.000-5.000 potong bahu per bulan. Omzet bisnis baju khusus ibu menyusui yang dirintis Faridah pun ikut terdongkrak.

Kini omzet Mamigaya mencapai Rp 300 juta - 400 juta per bulan, atau Rp 3,6 miliar - Rp 4,8 miliar per tahun.
Bahkan produk Mamigaya tidak hanya diminati oleh masyarakat di dalam negeri, namun juga luar negeri.
Sejumlah pesanan datang dari luar negeri, misal dari Malaysia, Singapura, Belanda, dan Jerman.

Di akhir perbincangan dengan Kompas.com, Faridah pun membagikan tips kepada anak-anak muda yang akan memulai bisnis.
​
"Kurangi keraguan memulai bisnis lalu cari segmen yang kita bisa masuk ke situ. Lalu tekuni dan pelajari bisnisnya jangan hanya permukaannya saja tapi hingga detail-detailnya, dan tentu jangan lupa berdoa," ucap perempuan kelahiran Bandung, 18 April 1984 itu sembari tersenyum.

Penulis: Yoga Sukmana
Editor: Aprillia Ika
TAG:
  • bisnis
  • menyusui
0 Comments

22/8/2017 0 Comments

Bukan Sembarang Rendang, Mizaki Mampu Raup Omzet Rp 60 Juta Sebulan

Picture
JAKARTA, KOMPAS.com - Siapa tak kenal hidangan khas Sumatera Barat bernama rendang? Saking tersohor akan kenikmatannya, rendang pun dinobatkan sebagai hidangan terlezat di dunia beberapa waktu lalu.

Anda yang tak sempat memasak rendang sendiri bisa langsung menikmatinya dengan membeli rendang basah maupun rendang kering jadi yang dikemas.

Salah satunya adalah produk rendang Mizaki yang diproduksi oleh Ayu di Padang Panjang, Sumatera Barat. Produk ini bahkan sudah memiliki pelanggan di mancanegara. 

Ditemui di Jakarta akhir pekan lalu, Ayu menyatakan dirinya memproduksi rendang daging yang dikemas dalam kaleng. Tak hanya itu, ia juga memproduksi rendang paru, telur, belut, itik, dan pensi.

"Yang khas adalah rendang pensi. Pensi itu adalah kerang air tawar yang cuma ada di Danau Singkarak dan dipanen di musim kemarau saja," kata Ayu.

Mendirikan usaha rendang Mizaki tak sekejap dan tak mudah pula bagi Ayu. Awalnya, ia hanya menjual produk rendang yang dibuat oleh orang tuanya, bermodal Rp 200.000. Ayu mengistilahkan, kala itu ia "gali lubang tutup lubang."

Maksudnya, ia mengambil dagangan orang tuanya, jika dagangannya habis terjual, maka barulah ia membayar kepada orang tuanya dan mengambil sedikit marjin saja.

Pertama, ia memasarkan produk rendang tersebut ke lingkungan sekitar, termasuk sekolah dan kantor dinas. Dalam kurun waktu satu tahun, permintaan pun semakin mengalir.

Untuk memenuhi permintaan yang semakin banyak, Ayu mulai kesulitan, khususnya masalah jarak. Pasalnya, ia tinggal di Padang Panjang, sementara orang tuanya tinggal di Payakumbuh.

Akhirnya, Ayu memutuskan untuk memulai usahanya sendiri. Dengan mengantongi modal awal Rp 5 juta, ia akhirnya memproduksi rendang sendiri di Padang Panjang.

Kini, produk rendang Mizaki kreasi Ayu telah dipasarkan dan dinikmati tak hanya di Sumatera Barat. Dengan kanal pemasaran lewat media sosial dan reseller, rendang Mizaki dinikmati pula di beberapa kota di Indonesia dan mancanegara.

Ayu pun mengaku mendapat pula permintaan dari negara tetangga, Malaysia. Namun, sebelum mengirim produknya ke sana, saat ini tengah diurus perihal perizinan.

Omzet yang cukup besar pun diraih Ayu dan rendang Mizaki. Saat ini, Ayu mengakui omzetnya mencapai Rp 60 juta per bulan.

Ke depan, Ayu tentu mengharapkan usahanya semakin berkembang. Dalam tiga tahun mendatang, ia ingin membuka restoran yang secara khusus menyajikan berbagai jenis rendang.

"Saya mau buat restoran khusus rendang, segala jenis rendang. Jadi bisa pilih rendang apa, kalau suka bisa langsung dibawa pulang," ungkap Ayu.

Selain itu, ia juga ingin memiliki sebuah galeri penjualan secara khusus. Tidak hanya itu, Ayu juga akan memperbaiki kualitas kemasan, sehingga ketika dikirim ke kota atau daerah lainnya, kualitas rendang tetap terjaga.

Ayu pun membuka kesempatan bagi reseller yang ingin menjual rendang Mizaki. Dengan modal awal Rp 500.000, berbagai produk rendang Mizaki bisa langsung dijual.

Dalam sebulan, Ayu mengaku mengolah setidaknya 100 kilogram daging sapi dan 100 kilogram telur untuk diolah menjadi rendang.
​
Pelanggan rendang Mizaki antara lain berasal dari Aceh, Medan, Jakarta, Bandung, Tangerang, Kalimantan, Sulawesi, Manado, bahkan hingga ke luar negeri seperti Malaysia, Singapura, Brunei, Jepang, Australia, hingga Amerika Serikat (AS).

Penulis: Sakina Rakhma Diah Setiawan
Editor: Aprillia Ika
Sumber: http://ekonomi.kompas.com/read/2017/08/22/063000526/bukan-sembarang-rendang-mizaki-mampu-raup-omzet-rp-60-juta-sebulan​
TAG:
  • inspirasi usaha
  • Rendang
0 Comments

15/8/2017 0 Comments

Bisnis Hijab Bermodal Uang Saku, Omzet Dara Cantik Ini Kini Rp 35 Juta per Bulan

Picture
JAKARTA, KOMPAS.com - Membangun bisnis hingga memiliki pendapatan yang besar dan mampu membuka lapangan pekerjaan bagi banyak orang, menjadi harapan dan keinginan dari pelaku usaha. Tidak terkecuali bagi Intan Hapsari (24).

Dara cantik lulusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, Universitas Sultan Ageng Tirtayasa Banten ini, kini tengah menikmati menjalankan bisnis jual beli hijab dengan merek Agniya. 

Intan mampu memproduksi hijab 2.000 pieces (pcs) dalam satu bulan produksi dengan menggunakan konveksi dan penjahit sendiri. 

Tidak heran jika pada Lebaran kemarin, ia mampu meraih omzet hingga Rp 48 juta, dengan penjualan hingga 5.000 pcs. 

Bagaimana kisah Intan meraih suksesnya? Intan berkisah, awal perjalan bisnisnya dimulai semasa dirinya masih menempuh dunia pendidikan di Universitas Sultan Ageng Tirtayasa Banten beberapa waktu lalu.

Menurut Intan, saat mengenyam bangku kuliah dirinya mendapatkan uang saku dari orang tuanya untuk keperluan kuliah dan biaya hidup semasa kuliah.

"Awal mula saya usaha hijab itu saat saya kuliah di Serang Banten, saya dikasih uang saku bulanan dan merasa sayang ketika melihat uang saku didiamkan saja enggak digunain," ungkap Intan saat berbincang dengan Kompas.com, Rabu malam (9/8/2017).

Akibat rasa sayang pada uang saku tersebut, Intan tercetus ide untuk menggunakan sebagian uang sakunya untuk menjalankan bisnis hijab dari nol.

Ia bercerita, sempat terlintas dalam pikirannya gengsi menjalankan usaha. Ia juga pernah merasa ragu untuk memulai usaha, karena takut pandangan negatif dari rekan-rekan sejawat yang menilai "jadi mahasiswa kok dagang".

"Dulu modal awal usaha itu Rp 250.000. Saya memilih bisnis hijab karena modal awalnya tidak terlalu besar, dan produk hijab banyak digunakan oleh wanita maupun mahasiswa di kampus dan itu menjadi peluang usaha buat saya," papar Intan.

Pada tahap awal Intan menjalankan usahanya belum mampu memproduksi hijab secara mandiri karena keterbatasan modal dan kendala lainnya. Hingga akhirnya, ia mendapatkan bantuan dari pemerintah melalui Program Wirausaha Pemula (WP) Kementerian Koperasi dan UKM.

"Dapat informasi dari kakak bahwa Kementerian Koperasi dan UKM buka program wirausaha pemula pada tahun 2014 kemudian saya kirim proposal dan terpilih mendapatkan biaya Rp 14 juta," ujar Intan.

Intan pun mendapatkan dana segar untuk mengembangkan usahanya. Dia kemudian melabeli usahanya dengan merek "Agniya" dan melakukan produksi secara mandiri.

"Saya menjalankan usaha dengan apa yang saya suka artinya tantangannya capeknya, lelahnya dan saya happy aja. Kalau lagi suntuk, lagi jenuh, kebahagiaan saya adalah produksi (hijab)," jelasnya.

Kini Intan mampu memproduksi hijab 2.000 pcs hijab dalam satu bulan produksi dengan menggunakan konveksi dan penjahit sendiri.

Dara kelahiran Jakarta, 13 Mei 1993 ini tak menjelaskan saat ini berapa perkerja atau penjahit yang bekerja sama dengan Agniya.

"Dari awal pembelinya hanya teman-teman kuliah atau teman-teman dekat saja, paling satu bulan lakunya 12 pcs, kemudian naik 17 pcs dan naik lagi menjadi 20 pcs dan sampai sekarang naik sampai ribuan per bulan, Lebaran kemarin bisa sampai 5.000 pcs dan keuntungan Rp 48 juta," kata Intan.

Menurunt Intan, peningkatan penjualan disebabkan oleh strategi yang dirinya terapkan dengan pemasaran online dan menggandeng reseller di berbagai kota, antara lain di Cilegon, Rangkasbitung, Serang, Serpong, Bogor, Bekasi, bahkan di Pontianak.

"Sekarang menjalin kerja sama dengan banyak reseller dan juga memiliki penjahit sendiri. Sekarang paling sedikit omzetnya Rp 29 juta per bulan, selebihnya stabil diangka Rp 30 sampai 35 juta," ungkap Intan.

Namun demikian, saat ini Intan tak merasa berpuas diri atas pencapaian usaha yang telah dirinya geluti sejak masa kuliah. Intan berniat menembangkan usahanya dengan membuka gerai atau toko hijab secara offline.

Intan percaya, dengan menjalankan usaha dirinya dapat memberikan kontribusi kepada banyak orang mulai dari reseller, hingga penjahit yang bekerja sama dengan Agniya. 
​
Penulis: Pramdia Arhando Julianto
Editor: Aprillia Ika
Sumber: http://ekonomi.kompas.com/read/2017/08/11/063000226/bisnis-hijab-bermodal-uang-saku-omzet-dara-cantik-ini-kini-rp-35-juta-per.​
TAG:
  • inspirasi usaha
0 Comments

15/8/2017 0 Comments

Romdoni, Pedagang Sapi dengan Omzet Rp 30 Miliar Per Bulan

Picture
DEPOK, KOMPAS.com - Serba susah dan jarang makan daging sapi, begitulah gambaran masa kecil Romdoni (52). Namun siapa sangka, kini pria yang biasa dipanggil Haji Doni itu menjelma jadi pengusaha sapi sukses.

Saat ditemui Kompas.com di showroom mobil yang ia sulap jadi tempat jualan sapi di Depok, Jawa Barat, Senin (14/8/2017), Haji Doni banyak menceritakan pengalaman getir masa kecilnya.

"Dulu setiap hari raya Lebaran, hidangan kami sekeluarga itu cuma tempe tahu," kenang pria tiga anak itu. Kemiskinan yang membelenggu itu menjadi penyebab anak ketiga dari delapan bersaudara itu hanya mampu sekolah sampai tingkat sekolah dasar.

Alhasil, ia hanya mengantongi ijazah SD. Namun kondisi masa kecilnya itu justru membuat ia mendendam kepada kemiskinan. Bahkan saat itu ia bertekad kepada ibunya, ingin keluar dari kondisi serba susah itu agar bisa makan daging sapi setiap hari.

Tekad besarnya dimulai saat ia belajar dagang daging sapi pada usia 15 tahun. Setelah punya modal awal dari penjualan daging, Doni mulai memberanikan diri membeli sapi di usia 17 tahun. Dari situlah petualangan bisnis dimulai.

"Modal awal, karena kami dari keluarga susah, itu tapi kami kumpulkan tahun demi tahun itu cuma Rp 7,5 juta. Waktu itu bisa beli 10 sapi tahun 1978," kata Haji Doni.

Kini setelah lebih dari 30 tahun, bisnis sapi Haji Doni berkembang pesat. Pria yang jarang makan daging sapi saat kecil itu, kini justru memiliki sekitar 32.000 ekor sapi potong dan sapi kurban.

Penjualan sapinya tidak hanya di dalam negeri namun juga sudah diekspor ke beberapa negara salah satunya ke Mesir. Kini dalam sebulan, omzet bisnis sapi Haji Doni mencapai Rp 22 miliar - Rp 30 miliar.

"Mau menjelang kurban atau bulan biasa omzetnya stabil segitu," ucap ia.

Selain itu, bisnisnya juga mampu menyerap ratusan tenaga kerja. Kini pegawai yang dipekerjakan Haji Doni mencapai 800 orang. Meski sudah sukses, Haji Doni juga tak henti melakukan inovasi dalam mempromosikan sapi-sapi miliknya. Salah satu cara yang dilakukan yaitu dengan mempekerjakan Sales Promotion Girl (SPG).

Dari pengalaman Haji Doni itu, siapapun bisa belajar bahwa tak semua perjalanan hidup manusia berjalan dengan mulus. Tentu banyak rintangan dan hambatan dalam meraihnya.

Namun kunci meraih kesuksesan adalah kesabaran, keteguhan hati, memiliki prinsip yang kuat, jujur, apa adanya, dan selalu melakukan inovasi.
​
Penulis: Yoga Sukmana

Editor: Muhammad Fajar Marta
Sumber: ​http://ekonomi.kompas.com/read/2017/08/15/050000526/romdoni-pedagang-sapi-dengan-omzet-rp-30-miliar-per-bulan-
0 Comments

8/8/2017 0 Comments

Raline Shah Diangkat Jadi Direktur AirAsia

Picture
JAKARTA, KOMPAS.com - Aktris Raline Shah diangkat sebagai direktur pada unit bisnis maskapai penerbangan berbiaya rendah asal Malaysia,AirAsia Indonesia.

Hal ini diumumkan CEO AirAsia Tony Fernandes. Fernandes mengumumkan pengangkatan Raline melalui akun Instagram pribadinya, Senin (8/8/2017).

Ia mengunggah foto dirinya tengah berpose bersama Raline. "Our new director in AirAsia Indonesia @ralineshah. Smart creative humble. A real coup readying our company for IPO," tulis Fernandes dalam keterangan fotonya.
Namun, Fernandes tidak menyebutkan posisi apa yangakan diduduki oleh Raline Shah.

Juru bicara AirAsia Indonesia Baskoro Adiwiyono saat dimintai tangapan mengenai pengangkatan Raline Shah, belum memberikan responnya.

Mengutip Wikipedia, Raline Shah lahir di Jakarta, 4 Maret 1984. Dia merupakan seorang aktris dan model berkebangsaan Indonesia. Tinggal dan besar di Medan, Raline Shah dikenal ketika menjadi salah satu dari finalis Puteri Indonesia 2008 dan menjadi puteri terfavorit.

Raline dikabarkan menempuh pendidikan tinggi di National University of Singapore (NUS). Ia mengambil jurusan ilmu politik dengan gelar BA.

Sementara itu, saat ini AirAsia berencana menyatukan seluruh bisnisnya yang ada di Asia Tenggara. Namun, rencana ini tampaknya masih akan terbentur masalah regulasi.

Dalam sebuah laporan yang dirilis CIMB dan dikutip dari CNBC, Selasa (1/8/2017), AirAsia ingin memusatkan bisnisnya di Malaysia di bawah satu payung besar. Saat ini, AirAsia memiliki unit bisnis di Malaysia, Indonesia, Filipina, Thailand, dan beberapa negara lainnya di luar Asia Tenggara.

Tujuan penyatuan bisnis ini adalah agar dapat go public alias melantai di bursa saham dengan perusahaan holding baru. CEO AirAsia mengumumkan rencana konsolidasi ini ketika metrik bisnis maskapai tersebut tengah kuat.

"Kami sedang dalam posisi yang fantastis. Saat ini faktor-faktor pertumbuhan sangat tinggi, bisnis dalam kondisi baik dan kami akan membeli 29 pesawat tahun ini," ujar Fernandes beberapa waktu lalu.

Saat ini AirAsia sedang memesan 400 unit pesawat baru. Para analis menyatakan, AirAsia tampak sedang mempersiapkan pertumbuhan.

Penulis: Sakina Rakhma Diah Setiawan

Editor: Bambang Priyo Jatmiko
​Sumber: http://ekonomi.kompas.com/read/2017/08/08/060325526/raline-shah-diangkat-jadi-direktur-airasiaTAG:
  • Raline Shah
  • AirAsia
  • Toni Fernandes
0 Comments

2/8/2017 0 Comments

Lima Kiat Sukses Miliarder Richard Branson yang Patut Diikuti

Picture
NEW YORK, KOMPAS.com - Richard Branson sukses membangun usahanya, hingga dia tak hanya menjadi wirausahawan sukses, namun juga seorang miliarder.

Branson mendirikan Virgin, jaringan bisnisnya yang bergerak di delapan sektor usaha dengan nilai miliaran dollar AS. Tak hanya itu, Branson juga menginspirasi banyak orang lewat enam buku yang ditulisnya dan yayasan nirlaba yang didirikannya.

Selain itu, Branson dikenal karena pribadinya yang menyenangkan. Mengutip CNBC, Rabu (2/8/2017), Branson memberikan beberapa kiat sukses yang dapat Anda lakukan untuk menggapai kesuksesan dalam apapun pekerjaan yang Anda geluti:

1. Kejar mimpi Anda

"Orang-orang yang menghabiskan waktu untuk bekerja melakukan apa yang mereka suka biasanya adalah orang-orang yang sangat menikmati hidup. Mereka juga berani mengambil risiko dan mengejar mimpi," tutur Branson.

2. Lakukan hal baik

Menurut Branson, jika Anda tidak melakukan perubahan positif bagi kehidupan orang lain, maka tak sepatutnya Anda berbisnis. Ini tidak hanya berlaku bagi individu, namun juga perusahaan secara keseluruhan.

3. Yakini ide Anda

"Jika Anda tidak bangga dengan ide Anda dan mempercayai rencana-rencana Anda, kenapa orang lain harus melakukannya?" ungkap Branson.

4. Jangan menyerah

Branson menjelaskan, dalam setiap petualangan yang dilaluinya, apakah mendirikan bisnis, terbang keliling dunia dengan balon udara, atau mengarungi lautan, ada saat di mana hal yang mudah dilakukan adalah menyerah. Namun, ia sama sekali tak menyerah dan tetap membidik kesuksesan, baik secara personal maupun profesional.

5. Hadapi tantangan baru

Menurut Branson, Anda harus menuliskan ide-ide Anda. Pasalnya, kalau tidak dituliskan, maka ide-ide tersebut akan menguap dalam sejekap. "Tulislah setiap ide yang Anda miliki, tak peduli besar atau kecil. Kemudian, tantanglah diri Anda untuk menjalaninya. Anda tidak akan pernah tahu apa yang akan terjadi," terang Branson.
Beberapa kiat sukses lain yang disarankan Branson untuk dilakukan adalah jangan pernah ragu mendelegasikan pekerjaan kepada tim Anda dan rekrutlah orang yang tepat. Selain itu, tak ada salahnya kabur dari rutinitas dan melakukan hal-hal baru dan menarik.

"Istirahat sejenak dari pekerjaan juga akan memberi Anda kesempatan untuk santai dan mengisi kembali energi Anda. Rutinlah berlibur," saran Branson.
​
Penulis: Sakina Rakhma Diah Setiawan

Editor: Bambang Priyo Jatmiko
Sumber: CNBC, http://ekonomi.kompas.com/read/2017/08/02/063100726/lima-kiat-sukses-miliarder-richard-branson-yang-patut-diikuti
0 Comments

2/8/2017 0 Comments

Cerita Alan Budikusuma dan Susi Susanti Jatuh Bangun Berbisnis Setelah Gantung Raket

Picture
JAKARTA, KOMPAS.com - Menjadi seorang atlet sukses dan mengharumkan nama negara di panggung internasional menjadi sebuah keinginan dan cita-cita banyak orang.

Tercatat atlet bulutangkis Indonesia yakni Alan Budikusuma dan Susi Susanti menjadi atlet bulutangkis paling terkenal disaat berhasil membawa Indonesia meraih medali emas pada cabang badminton di tingkat Olimpiade Barcelona 1992 silam.

Atas pencapaian tersebut, Alan Budikusuma dan Susi Susanti meraih penghargaan Bintang Jasa dari pemerintah Republik Indonesia karena berjasa luar biasa terhadap nusa dan bangsa pada bidang atau peristiwa atau hal tertentu di luar bidang militer.

Kini, sebagai pasangan suami istri dengan sederet prestasi telah menjalankan bisnis pribadi yakni produsen peralatan olahraga khususnya peralatan bulutangkis.

Alan Budikusuma dan Susi Susanti nampaknya tak mau cerita kelam sebagai mantan atlet terus berulang, dengan itu dirinya mengembangkan bisnis sebagai jalan untuk menikmati hidup usai berhenti dari dunia olahraga.

Peralatan olahraga dengan merek dagang Astec menjadi usahanya saat ini, Astec sendiri merupakan merek raket yang di buat oleh Indonesia. Mungkin banyak orang bertanya-tanya atau belum mengetahui apa merek Astec ini. 

Astec sendiri merupakan kepanjangan kata dari nama sang pemiliknya yakni Alan Susi Technology (Astec) dengan nama perusahaan PT Astindo Jaya Sport.

Sederet piala, medali, dan menjuarai turnamen internasional seperti Olimpiade, All England, Piala Uber, Piala Sudirman tak lantas membuat keduanya terlena menikmati hasil jerih payah mengharumkan nama bangsa.
Dengan itu, keduanya memutuskan untuk menjalankan usaha yang dibangun mulai dari nol dan tak jauh dari masa kejayaan keduanya yakni dunia olahraga.

Jatuh Bangun Bisnis

Jatuh bangun membangun usaha mandiri telah dicoba. Alan sendiri pernah menggeluti usaha jual beli kendaraan, namun tak berlangsung lama.

Kemudian, keduanya menjadi agen raket asal Jepang, namun demikian, banyak konsumen yang merasa tidak puas dengan produk yang mereka jual.

Akhirnya tercetuslah mengembangkan usaha produsen alat-alat olahraga Astec yang juga berkat dorongan dan dukungan orang tua.

"Saya memutuskan untuk berusaha dengan dukungan dan dorongan dari orang tua karena orang tua," ujar Alan saat berbincang dengan Kompas.com di Jakarta, Selasa (1/8/2017).

Menurut Alan, dalam membuat sebuah produk, terutama raket bulutangkis, dirinya menggunakan pengalaman pribadinya yang telah menggunakan berbagai merek raket dengan merek internasional.

Dengan bekal pengalaman tersebut, lanjut Alan, dirinya dapat mengetahui apa kekuranang dan kelebihan sebuah produk.

"Dari situ saya saya belajar dan akhirnya saya berani mengembangkan sendiri Astec ini," jelas Alan.

Kendati demikian, Ayah dari tiga anak ini mengakui, persaingan bisnis perlalatan olahraga tak akan mudah karena sudah ada berbagai produsen alat olahraga yang telah merajai pasar Indonesia.

"Kami masih kecil dibandingkan dengan brand-brand besar. Ini tantangan buat kami, bagaimana kami bisa bersaing dengan mereka karena mereka sudah lama eksis di Indonesia," jelasnya.

Dengan itu, cara yang mereka tempuh adalah dengan melakukan kerja sama atau menjadi sponsor dalam sebuah turnamen bulutangkis, kemudian bermitra dengan klub-klub bulutangkis agar menggunakan produknya.
Alhasil usahanya tak sia-sia, kini Astec mulai merambah pasar ekspor selain pasar dalam negeri.

"Perkembangannya semakin hari semakin baik dan bukan hanya di Indonesia kami juga sudah ekspor keluar negeri di Eropa di Asia Tenggara contohnya ke Hongkong, Thailand, Singapura, Malaysia lalu juga Korea, dan saat ini ke Amerika Serikat juga sudah mulai jalan akhir tahun ini," terang Alan yang juga menjadi Pengurus Pusat Persatuan Bulutangkis Indonesia (PBSI).

Namun, Alan tak mau menjelaskan lebih lanjut berapa perputaran uang dalam bisnisnya selama satu tahun.
Alan menilai, menyiapkan masa depan bagi seorang atlet harus dipersiapkan dengan baik dan sedini mungkin, agar tak ada lagi cerita kelam sebagai mantan atlet.

Menurutnya, saat ini pemerintah tengah berusaha mempersiapkan masa depan seorang atlet bulutangkis hingga masa pensiun dari dunia olahraga dengan melibatkan seluruh pihak termasuk swasta dan universitas.
"Kedepannya olahraga badminton akan menjanjikan dan bisa menjadi pegangan untuk hidup jadi tidak ada lagi cerita negatif mantan atlet tetapi juga kembali ke pribadi masing-masing mau enggak fokus, mau enggak berjuang, kalau tidak mau ya pasti akan sulit juga," pungkas Alan.
​
Penulis: Pramdia Arhando Julianto

Editor: Aprillia Ika
Sumber: http://ekonomi.kompas.com/read/2017/08/01/173000926/cerita-alan-budikusuma-dan-susi-susanti-jatuh-bangun-berbisnis-setelah
0 Comments

31/7/2017 0 Comments

Berkat Rumah Makan, Omzet Pak Gembus Capai Rp 14 Miliar Per Bulan

Picture
JAKARTA, KOMPAS.com - Pemilik rumah makan "Ayam Gepuk Pak Gembus", Ridho Nurul Adityawan mengakui berwirausaha lebih enak ketimbang jadi karyawan.

Ridho yang juga dipanggil Pak Gembus ini mengakui hidupnya lebih sejahtera saat menjadi wirausaha ketimbang menjadi karyawan biasa.

Hanya saja, dia mengimbau bagi para calon wirausaha untuk tidak melihat dirinya saat tengah di atas seperti ini. Namun melihat ketika Ridho berada pada posisi tersulit, ketika berutang, dagangannya tidak laku, dan lain-lain.
"Intinya dulu memang di masa-masa kepepet, masa tersulit. Kalau rumusnya orang kepepet itu kan otomatis mau gerak, cowok itu kan pikirannya bagaimanapun pun caranya harus dapat duit lah," kata Ridho.

Dia juga menyarankan orang-orang yang ingin berwirausaha untuk menghilangkan gengsi dan bersangguh-sungguh menjalani semua usaha yang akan dirintis.

"Kalau mau jadi orang kaya, orang sukses benar-benar harus dari nol. Jangan ngandelin orang tua atau siapapun, anggap saja posisi kita dalam posisi kepepet," kata Ridho.

Berkah kegigihannya, Ridho yang awalnya bekerja sendiri, kini memiliki staf dan kepala divisi di PT Yellow Food Indonesia sebanyak 36 orang. Sedangkan karyawan di seluruh cabangnya mencapai 700 orang.

"Ya Alhamdulillah, dulu makan susah. Sekarang omset per bulan sudah Rp 14 miliar per bulan, tapi itu omset kantor ya," kata Ridho.

Kantornya merupakan pabrik pengolahan ayam, tahu, tempe, dan sayur-sayuran. Tiap bulan, perusahaannya untung sekitar Rp 2 miliar-Rp 3 miliar.

"Kalau untuk saya pribadi Rp 800 juta sampai Rp 1 miliar, Alhamdulillah. Laba bersihnya," kata pria berusia 29 tahun tersebut.
​
​Penulis: Kurnia Sari Aziza
Editor: Bambang Priyo Jatmiko
Sumber: ​http://ekonomi.kompas.com/read/2017/07/31/120930826/berkat-rumah-makan-omzet-pak-gembus-capai-rp-14-miliar-per-bulan
0 Comments
<<Previous
Forward>>

    News Archives

    August 2021
    January 2018
    December 2017
    November 2017
    October 2017
    September 2017
    August 2017
    July 2017
    June 2017
    May 2017
    April 2017
    October 2016
    September 2016
    August 2016
    February 2016
    January 2016
    December 2015
    November 2015
    October 2015
    September 2015
    August 2015
    July 2015

    News Categories

    All Ekonomi Entrepreneur Finance Hukum/Peraturan Human Resources Profile Inspirasi Technology Umkm Umum

    RSS Feed

    Picture
    try sociocaster