
Kementerian Perhubungan melarang ojek ataupun taksi yang berbasis dalam jaringan atau daring (online) beroperasi karena dinilai tidak memenuhi ketentuan sebagai angkutan umum.Direktur Jenderal Perhubungan Darat Kementerian Perhubungan Djoko Sasono dalam konferensi pers di Jakarta, Kamis (17/12/2015), mengatakan pelarangan tersebut tertuang dalam Surat Pemberitahuan Nomor UM.3012/1/21/Phb/2015.
Ada pun surat tersebut ditandatangani oleh Menteri Perhubungan Ignasius Jonan, tertanggal 9 November 2015.
"Sehubungan dengan maraknya kendaraan bermotor bukan angkutan umum dengan menggunakan aplikasi internet untuk mengangkut orang dan/atau barang, perlu diambil langkah bahwa pengoperasiannya dilarang," katanya.
Ada pun surat tersebut ditandatangani oleh Menteri Perhubungan Ignasius Jonan, tertanggal 9 November 2015.
"Sehubungan dengan maraknya kendaraan bermotor bukan angkutan umum dengan menggunakan aplikasi internet untuk mengangkut orang dan/atau barang, perlu diambil langkah bahwa pengoperasiannya dilarang," katanya.
Peraturan Pemerintah lebih lambat dari Inovasi
Sudah di perkirakan bahwa inovasi dan business model yang baru belum tentu akan langsung di terima oleh pemerintah maupun pihak-pihak yang merasa akan terusik business mereka. Kejadian ini sebetulnya bukan hanya di Indonesia, bahkan di beberapa negara business model seperti Uber, AirBnB dan sebagainya yang lebih sering kita namakan "sharing economy" business model menjadi perdebatan dari pembuat kebijakan.
Yang sering jadi persoalan adalah kecepatan inovasi dan kreativitas para entrepreneur lebih cepat di bandingkan dengan kecepatan birokrasi untuk membuat peraturan dan prosedur yang bisa memayungi business baru yang mungkin belum pernah ada.
Selain itu, banyak sekali business model yang sekarang timbul dengan adanya pemanfaatan teknologi menjadi "disruptor" bagi business konvensional lainnya. Tentunya hal ini tidak akan di diamkan oleh yang merasa terusik dan kebutuhan mereka untuk me lobby pemerintah agar saingan "langsung" dan "tidak langsung" ini bisa di matikan atau minimal di perkecil dampak negatifnya bagi business konvesional mereka.
Kalau pemerintah tidak bijak, maka yang paling mudah adalah berlindung di bawah Undang-Undang dan apapun yang tidak sesuai maka akan di larang. Itu mungkin yang menjadi keputusan yang di ambil pemerintah melalui menteri Perhubungan Jonan. "ngapain pusing-pusing mikirin aturan baru"....
Belum lagi mungkin desakan dan lobby para stakeholder yang merasa business mereka terusik oleh business-business model yang baru.
BERPIKIR KE DEPAN
Tidak terbayangkan kalau pola pikir pemerintah yang ngga mau repot melihat perkembangan dunia dan teknologi dan tidak mau menyesuaikan peraturan dan UU agar inovasi dan kreatifitas pengusaha tidak terkekang.
Seharusnya ada usaha pemerintah memberikan waktu dan ruang agar business model baru maupun proses business bekerja dan berkembang sambil mempersiapkan peraturan yang bisa mengakomodasi inovasi. Peraturan dan UU adalah produk yang di buat manusia, bukanlah harga mati dan tentunya bisa di buat yang baru. Tentunya kalau "kemauan" itu ada.
Belajar dari negara-negara lain yang sudah memberikan peluang kepada inovasi business dan jangan malu untuk bisa memperbaiki aturan demi perkembangan yang positif bangsa Indonesia.
Adalah sebuah PARADOX kalau inovasi seperti Go-JEK, UBer dan lainnya di matikan sedangkan Presiden Jokowi gembar-gembor soal pemanfaatan teknologi untuk mengejar ketinggalan kita dari bangsa lain.
Budi Isman
Jakarta 18 Desember 2015
Sudah di perkirakan bahwa inovasi dan business model yang baru belum tentu akan langsung di terima oleh pemerintah maupun pihak-pihak yang merasa akan terusik business mereka. Kejadian ini sebetulnya bukan hanya di Indonesia, bahkan di beberapa negara business model seperti Uber, AirBnB dan sebagainya yang lebih sering kita namakan "sharing economy" business model menjadi perdebatan dari pembuat kebijakan.
Yang sering jadi persoalan adalah kecepatan inovasi dan kreativitas para entrepreneur lebih cepat di bandingkan dengan kecepatan birokrasi untuk membuat peraturan dan prosedur yang bisa memayungi business baru yang mungkin belum pernah ada.
Selain itu, banyak sekali business model yang sekarang timbul dengan adanya pemanfaatan teknologi menjadi "disruptor" bagi business konvensional lainnya. Tentunya hal ini tidak akan di diamkan oleh yang merasa terusik dan kebutuhan mereka untuk me lobby pemerintah agar saingan "langsung" dan "tidak langsung" ini bisa di matikan atau minimal di perkecil dampak negatifnya bagi business konvesional mereka.
Kalau pemerintah tidak bijak, maka yang paling mudah adalah berlindung di bawah Undang-Undang dan apapun yang tidak sesuai maka akan di larang. Itu mungkin yang menjadi keputusan yang di ambil pemerintah melalui menteri Perhubungan Jonan. "ngapain pusing-pusing mikirin aturan baru"....
Belum lagi mungkin desakan dan lobby para stakeholder yang merasa business mereka terusik oleh business-business model yang baru.
BERPIKIR KE DEPAN
Tidak terbayangkan kalau pola pikir pemerintah yang ngga mau repot melihat perkembangan dunia dan teknologi dan tidak mau menyesuaikan peraturan dan UU agar inovasi dan kreatifitas pengusaha tidak terkekang.
Seharusnya ada usaha pemerintah memberikan waktu dan ruang agar business model baru maupun proses business bekerja dan berkembang sambil mempersiapkan peraturan yang bisa mengakomodasi inovasi. Peraturan dan UU adalah produk yang di buat manusia, bukanlah harga mati dan tentunya bisa di buat yang baru. Tentunya kalau "kemauan" itu ada.
Belajar dari negara-negara lain yang sudah memberikan peluang kepada inovasi business dan jangan malu untuk bisa memperbaiki aturan demi perkembangan yang positif bangsa Indonesia.
Adalah sebuah PARADOX kalau inovasi seperti Go-JEK, UBer dan lainnya di matikan sedangkan Presiden Jokowi gembar-gembor soal pemanfaatan teknologi untuk mengejar ketinggalan kita dari bangsa lain.
Budi Isman
Jakarta 18 Desember 2015